Tragedi Semanggi I merupakan bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi pada tanggal 13 November 1998. Tepatnya, sebuah peristiwa unjuk rasa mahasiswa besar-besaran yang terjadi pada masa awal reformasi.
Pertumpahan darah pun terjadi pada unjuk rasa yang hendak menyampaikan kekecewaan masyarakat. Bentrokan dengan aparat tidak terelakkan. Berikut ulasan mengenai terjadinya Tragedi Semanggi I pada 1998 lalu.
Latar Belakang Tragedi Semanggi I
Tragedi Semanggi I berawal dari masa transisi pemerintahan Indonesia yang dipimpin oleh Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie sejak lengsernya Soeharto pada 21 Mei 1998. Melansir Asri Abdullah dan Ostaf Al-Mustafa dalam buku Kota Para Demonstran, masyarakat bergolak mengawal proses transisi pemerintahan.
Pihak yang setuju menganggap pengangkatan BJ Habibie sebagai Presiden Indonesia adalah konstitusional. Sementara pihak yang kontra menyebut bahwa pengangkatannya tidak konstitusional karena dianggap kelanjutan dari Orde Baru (Orba).
BJ Habibie pun mengumumkan susunan Kabinet Reformasi Pembangunan. Dalam susunan kabinet tersebut, Habibie sudah mengikutsertakan beberapa menteri yang berasal dari luar Partai Golkar sebagai anggota kabinetnya.
Meski demikian, masyarakat tidak mau begitu saja menerima pengangkatan Habibie sebagai presiden. Hingga, usai 6 bulan pengangkatan, Sidang Istimewa MPR RI pada 11-13 November 1998 pun dilaksanakan yang salah satunya bertujuan untuk mempersiapkan Pemilu berikutnya.
Mahasiswa bergolak kembali. Mahasiswa bergabung dengan masyarakat memenuhi jalan-jalan di Jakarta untuk melancarkan demonstrasi menentang Sidang Istimewa MPR tersebut.
Alasannya, mereka tidak percaya dengan para anggota DPR maupun MPR Orba. Mereka juga mendesak untuk menyingkirkan militer dari politik serta pembersihan dari para pemimpin Orba.
"Sepanjang diadakannya SI MPR itu, masyarakat bergabung dengan mahasiswa. Setiap hari melakukan demonstrasi ke jalan-jalan di Jakarta dan kota-kota besar lainnya," tulis Asri Abdullah dan Ostaf Al-Mustafa.
Pertumpahan Darah Tragedi Semanggi I
Ketegangan mulai meningkat saat demonstrasi pada 12 November 1998. Ratusan ribu mahasiswa dan masyarakat bergerak ke gedung DPR atau MPR dari Semanggi, Slipi, dan Kuningan.
Meski demikian, tidak ada satu pun yang berhasil sampai kompleks wakil rakyat itu karena dikawal dengan sangat ketat oleh aparat keamanan. Menurut paper internasional dari Ian Wilson yang terbit di National Library of Australia pada 2005, sebanyak 30 ribu warga sipil direkrut tentara dan dimobilisasi ke sekitar gedung parlemen.
Malam harinya, bentrok tak terelakkan antara mahasiswa dan aparat di daerah Slipi dan Jalan Sudirman. Puluhan mahasiswa ada yang dilarikan ke rumah sakit dan ribuan lainnya dievakuasi ke Universitas Atma Jaya.
Seorang pelajar bernama Lukman Firdaus ditemukan terluka berat dan masuk rumah sakit. Namun, beberapa hari kemudian, ia dikabarkan sudah meninggal dunia.
Puncaknya, pada 13 November 1998, jumlah aparat yang menghadang mahasiswa dan masyarakat semakin banyak. Bahkan, mereka dikepung dari dua arah sepanjang Jalan Sudirman dengan kendaraan lapis baja.
Aparat gabungan TNI-Polri pun berupaya membubarkan massa aksi yang berada di Semanggi dan sekitarnya. Namun, mahasiswa mencoba bertahan hingga terjadilah penembakan dari aparat ketika mahasiswa sedang duduk di jalan.
Salah satu mahasiswa Institut Teknologi Indonesia (ITI), Teddy Wardhani Kusuma, merupakan korban meninggal dunia pertama pada hari itu. Hal itu membuat mahasiswa berlarian ke Universitas Atma Jaya untuk berlindung dan merawat mereka yang terluka.
Nahas, peristiwa tragis juga terjadi di kampus tersebut saat peluru tajam bersarang di dada Bernardus Realino Norma Irmawan alias Wawan, mahasiswa Fakultas Ekonomi Atma Jaya. Wawan ditembak saat berupaya menolong rekannya yang terluka di pelataran parkir kampus.
Korban pun semakin berjatuhan, baik yang tertembak hingga tewas maupun terluka. Tercatat, 17 orang tewas dan 109 lainnya terluka dalam insiden yang dikenal dengan Tragedi Semanggi I tersebut.
Selain Teddy dan Wawan, tiga korban tewas lainnya juga berstatus mahasiswa, yaitu Sigit Prasetya
, Engkus Kusnadi, dan Heru Sudibyo.
⬇️⬇️⬇️
0 Komentar